Ziarah ke Makam KH. Ahmad Dahlan di Karangkajen
Terletak di tengah kampung Karangkajen, Yogyakarta, makam ini menjadi titik ziarah penting bagi kader Muhammadiyah, peneliti sejarah Islam Indonesia, maupun masyarakat umum yang ingin mengenang sang pendiri.
Secara geografis, makam KH. Ahmad Dahlan berada di Karangkajen, Kelurahan Brontokusuman, Kecamatan Mergangsan, Kota Yogyakarta.
Letaknya tidak jauh dari pusat kota, hanya sekitar tiga kilometer dari Malioboro. Meski berada di lingkungan pemukiman warga, akses ke lokasi relatif mudah.
Pengunjung bisa menggunakan kendaraan pribadi, ojek daring, atau berjalan kaki dari titik-titik strategis seperti Pasar Prawirotaman atau Jalan Brigjen Katamso.
Yang menarik, makam ini tidak berada di Kauman, tempat KH. Ahmad Dahlan lahir, tinggal, dan mendirikan Muhammadiyah.
Banyak orang bertanya-tanya, mengapa seorang tokoh sebesar beliau justru dimakamkan di luar kampungnya sendiri?
Jawaban atas pertanyaan itu bersifat historis dan sosiologis. Pada tahun 1923 ketika KH. Ahmad Dahlan wafat, Kauman belum memiliki lahan pemakaman khusus.
Sebagai kampung padat di jantung kota Yogyakarta, ruang untuk pemakaman sangat terbatas. Masyarakat Kauman biasanya memakamkan jenazah ke tempat-tempat umum seperti Karangkajen atau Taman Siswa.
Maka, ketika KH. Ahmad Dahlan wafat pada 23 Februari 1923, pengurus Muhammadiyah dan keluarga sepakat untuk memakamkannya di Karangkajen, yang saat itu sudah menjadi tempat pemakaman umum yang representatif dan strategis.
Selain karena alasan teknis, pemilihan Karangkajen juga dianggap pilihan sosial-politik yang bijak. Saat itu, gerakan Muhammadiyah yang didirikan KH. Ahmad Dahlan masih menghadapi resistensi dari kalangan konservatif di Kauman.
Dengan dimakamkannya beliau di Karangkajen, konflik dan ketegangan sosial yang mungkin muncul dapat dihindari. Karangkajen juga cukup dekat dengan basis gerakan Muhammadiyah awal, dan sejak saat itu kawasan ini menjadi bagian penting dari sejarah gerakan Islam modern di Indonesia.
![]() |
Makam KH. AR Fachrudin, ketua umum PP Muhammadiyah terlama. |
Uniknya, sang istri, Nyai Ahmad Dahlan atau Siti Walidah, justru dimakamkan di Kauman. Ia wafat pada 31 Mei 1946, dua dekade lebih setelah wafatnya KH. Ahmad Dahlan.
Berbeda dengan suaminya, Nyai Walidah tinggal di Kauman hingga akhir hayat. Ia dikenal sebagai penggerak pendidikan perempuan dan pendiri Aisyiyah.
Aktivitasnya banyak dilakukan di sekitar Langgar Kidul, mushala kecil di Kauman yang menjadi pusat pengkaderan kaum perempuan.
Pada masa wafatnya, Kauman sudah memiliki lahan pemakaman. Selain itu, pemakaman Siti Walidah di dekat Langgar Kidul menjadi simbol penghormatan atas pengabdiannya di wilayah itu.
Ia dimakamkan di jantung kampungnya sendiri, dikelilingi oleh masyarakat yang menghormatinya. Jika pemakaman KH. Ahmad Dahlan mencerminkan ekspansi gerakan dakwah yang melampaui batas lokal, maka pemakaman Nyai Walidah menunjukkan kekuatan akar gerakan yang tumbuh dari komunitas.
![]() |
Makam Djazman Al Kindi, salah satu pendiri IMM. (Klik gambar untuk resolusi yang lebih jelas) |
***
Bagi pengunjung atau rombongan yang ingin berziarah ke makam KH. Ahmad Dahlan, rutenya cukup mudah.
Jika berangkat dari Malioboro, arahkan kendaraan ke Jalan Ahmad Yani, terus ke selatan melewati perempatan Gondomanan, kemudian masuk ke Jalan Brigjen Katamso.
Dari sana, belok kiri ke Jalan Karangkajen. Gang masuk ke area makam berada di lingkungan pemukiman padat, dan tidak bisa dilalui kendaraan besar seperti bus.
Jika menggunakan bus besar, rombongan bisa turun di sekitar Jalan Brigjen Katamso atau dekat Pasar Prawirotaman, lalu berjalan kaki sekitar 200 hingga 300 meter ke lokasi makam.
Jalan kaki menuju makam cukup nyaman, berupa gang beraspal selebar dua meter. Di sepanjang jalan terdapat rumah-rumah warga dan mural bertema sejarah Muhammadiyah.
Jika menggunakan kendaraan kecil seperti elf atau HiAce, kendaraan bisa masuk lebih dekat dan parkir di area sekitar pemukiman warga.
Area makam KH. Ahmad Dahlan sederhana, namun terawat dengan baik. Terdapat pendopo kecil beratap limasan khas Jawa yang menaungi makam utama.
Nisan KH. Ahmad Dahlan terbuat dari marmer putih, dengan tulisan nama dan tahun wafat. Suasana di sekitar makam tenang, penuh nuansa khidmat.
Warga sekitar, terutama kader Muhammadiyah setempat, sering membantu menjaga area dan menyambut peziarah dengan ramah.
Ziarah ke makam KH. Ahmad Dahlan bukan hanya kunjungan religius, tapi juga bentuk refleksi sejarah.
Di tempat ini, kita bisa mengenang bagaimana seorang ulama dari kampung kecil Kauman mampu menggagas gerakan pembaruan Islam yang kemudian menyebar ke seluruh Indonesia.
Pemakaman beliau di Karangkajen bukan karena jauh dari kampungnya, tetapi karena dekat dengan misi besarnya: mendekatkan Islam dengan peradaban modern, mendekatkan ilmu dengan amal, dan mendekatkan pesan agama dengan nalar umat.
Sementara itu, keberadaan makam Siti Walidah di Kauman mengingatkan kita bahwa perjuangan besar tidak selalu dimulai dari mimbar, tapi bisa tumbuh dari ruang kecil tempat perempuan mengajar anak-anak dan mendampingi keluarga. Ia adalah bukti bahwa Islam berkemajuan juga dibangun di dalam rumah dan kampung sendiri.
![]() |
Makam Siti Walidah di Kauman, dekat Masjid Gedhe. |
Dua makam, dua lokasi berbeda. Tapi keduanya menyatu dalam satu sejarah, bahwa Muhammadiyah adalah gerakan yang tumbuh dari kesadaran lokal dan menjangkau cakrawala nasional. []
RD
Post a Comment for "Ziarah ke Makam KH. Ahmad Dahlan di Karangkajen"
Post a Comment
Mau berkomentar? Jangan sungkan-sungkan, tulis di bawah ini