TERBARU


Ormas Islam Terkaya di Tingkat Cabang Ranting


Masjid Al Huda, di pelosok Kabupaten Blitar. Dok/pribadi



Tidak sulit untuk mengamini jika Muhammadiyah memang kaya, ditaksir kekayaannya mencapai 400 Triliun dan masuk deretan top 4 dunia.


Ada yang membenarkan, dan ada yang mempertanyakan, ya namanya juga prakiraan, Muhammadiyah sendiri mungkin belum sempat mengkalkulasi.


Beberapa yang agak kritis akan bertanya: itu yang kaya PP Muhammadiyah, PWM, PDM atau bahkan cabang dan ranting?


Dari pemberitaan itupula banyak orang di luar Muhammadiyah (atau mungkin orang Muhammadiyah sendiri) baru tahu jika seluruh aset di Muhammadiyah itu atas nama Pimpinan Pusat.


Sekaligus baru ngeh jika seluruh lembaga di bawah payung Muhammadiyah adalah milik organisasi.


Maka kembali ke paragraf pembuka tadi, tak sulit untuk mengamini jika Muhammadiyah memang kaya, secara organisasi.


Ormas lain harusnya lebih kaya, tapi ternyata lembaga-lembaga di bawah ormas tersebut ternyata milik perorangan, tokoh atau orang berpengaruh di dalamnya.


Jadi, kalau di Muhammadiyah, Mushola di sudut pelosok desa terpencil pun, sertifikat wakaf dan kepemilikannya langsung atas nama PP Muhammadiyah.


Apalagi sekolah, universitas, rumah sakit, dll yang bersifat profitable.


Jadi, menghitung kekayaan Muhammadiyah itu hanya soal waktu, karena seluruh data atas nama Pimpinan Pusat.


Namun, apa definisi kekayaan, yang oleh Adam Smith disebut Wealth?


Orang disebut kaya ketika dia memiliki aset, dan sepertinya itulah yang jadi ukuran Muhammadiyah.


Jumlah tanah, bangunan, dan aset fisik lainnya. Bayangkan, satu rumah sakit di sebuah kota kecil, nilai asetnya mencapai 200 M, belum lembaga lainnya di Kota yang sama.


Dan Muhammadiyah menyebar hampir di semua kota dan kabupaten, barangkali 400 T adalah hitungan minimal.


Artinya, itu bukan dalam bentuk dana segar yang bisa diakses dengan mudah.


Padahal, Adam Smith menjelaskan jika kekayaan bukan lagi aset, namun nilai guna (utility) dan nilai tukar (excange value). Ada rantai ekonomi yang hidup.


Berapa banyak orang yang bisa bekerja karena adanya Muhammadiyah?


Betapa berdampaknya Muhammadiyah dalam menggerakkan roda ekonomi masyarakat, baik dari aspek produksi, distribusi dan konsumsi?


Jangan lupa, bagaimana Muhammadiyah bisa bergerak olah lembaga-lembaga yang dibentuknya sendiri? Ini penting.


Sebab pada ujungnya kekayaan adalah bahan bakar agar roda dakwah terus berputar.


Di sebuah cabang atau ranting, Muhammadiyah punya masjid dan sekolah, itu dihitung aset.


Namun setiap hendak membuat kegiatan, pimpinan cabang tetap putar otak nyari dana, kadang ada ‘agnia lokal yang menopang.


Di tingkat cabang dan ranting, dinamikanya bisa sangat berbeda, bahkan di luar gegap gempita kebanggaan sebagai ormas terkaya.


Memang masih masuk kategori kaya, punya aset berupa tanah wakaf dan lain sebagainya. Namun itu belum seperti Wealth dalam pandangan Adam Smith.


Maka jangan mengira, kalau mengurusi Muhammadiyah, apalagi di level cabang ranting itu, tinggal ungkang-ungkang karena duitnya banyak, dampak pemberitaan sebagai ormas Islam terkaya di dunia. []


Tabik,

Ahmad Fahrizal A.

Latest News
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Post a Comment