Sinergi NU-Muhammadiyah di Blitar, Kolaborasi Nyata untuk Umat dan Bangsa
![]() |
Suasana akrab selapas dialog. Dok/blitarmu |
Sebuah dialog hangat berlangsung di area parkir Pasar Hewan Terpadu Wlingi, Kabupaten Blitar.
Di tengah semarak Bazaar Santri Blitar Tempo Doeloe, Podcast Bakul Kumpo menggelar edisi spesial bertajuk “Sinergi MU-NU di Blitar: Kerjakan Hal-Hal yang Bisa Dikerjakan Bersama.”
Acara yang berdurasi hampir dua jam ini menghadirkan dua tokoh sentral ormas Islam di Blitar: Kyai Muqorrobin, Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Blitar, dan H. Sigit Prasetyo, Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kabupaten Blitar.
Diskusi dipandu oleh Rekanita Rosi Naufa, dengan gaya santai namun penuh substansi.
Suasana sore itu terasa akrab. Di sekitar lokasi, para santri, pelajar, dan masyarakat umum berbaur menyimak.
Tema besar “Sinergi” terasa hidup dalam percakapan dua pimpinan ormas Islam yang selama ini dikenal memiliki banyak kesamaan dalam perjuangan dakwah dan pendidikan.
Momentum menjelang Hari Santri Nasional 2025 membuat diskusi ini semakin relevan: bagaimana NU dan Muhammadiyah di Blitar dapat bersatu untuk membangun kekuatan umat secara nyata.
Kolaborasi Ekonomi dan Dakwah
Kyai Muqorrobin membuka pembicaraan dengan menegaskan pentingnya sinergi antarorganisasi Islam sebagai modal sosial bangsa.
“Kita ini satu umat. Kalau NU dan Muhammadiyah bisa bekerja bersama, insyaAllah masyarakat akan merasakan langsung manfaatnya,” ujar Kyai Muqorrobin.
Ia menekankan agar kerja sama tidak berhenti pada seremoni atau foto bersama, tetapi diwujudkan dalam program konkret, seperti pemberdayaan ekonomi umat, pendidikan santri, serta penguatan peran pemuda dan perempuan dalam pembangunan sosial.
Menanggapi hal tersebut, H. Sigit Prasetya dari Muhammadiyah menjelaskan bahwa di Blitar, pihaknya sedang fokus membangun pilar ekonomi sebagai basis gerakan dakwah.
“Kami ingin kemandirian ekonomi menjadi pondasi utama. Kalau urusan ekonomi mapan, dakwah dan pendidikan bisa berjalan lebih tenang,” ujarnya.
Sigit mencontohkan model kolaborasi yang sudah mulai dirintis, misalnya kerja sama antara warga NU yang memiliki tanah wakaf dan kader Muhammadiyah yang memiliki modal usaha.
“Tanahnya milik NU, modalnya dari Muhammadiyah. Hasilnya dibagi sesuai kesepakatan. Ini bukan sekadar bisnis, tapi sinergi umat,” jelasnya.
Model kemitraan ini menjadi bukti bahwa potensi ekonomi umat Islam dapat tumbuh jika dikelola secara saling percaya. Sinergi tersebut juga diharapkan bisa menghidupkan sektor peternakan dan pertanian lokal yang menjadi kekuatan ekonomi khas Blitar.
Perempuan dan Regenerasi Kader
Selain ekonomi, Ketua Muhammadiyah juga menyoroti pentingnya peran ‘Aisyiyah dalam memberdayakan perempuan. Program pelatihan seperti public speaking, kewirausahaan, dan penguatan peran sosial menjadi agenda penting agar perempuan Muhammadiyah mampu tampil sebagai agen perubahan.
“Kami ingin perempuan tidak hanya berperan domestik, tapi juga produktif. ‘Aisyiyah harus menjadi motor pemberdayaan,” tegas H. Sigit.
Dalam kesempatan yang sama, ia juga mengingatkan pentingnya regenerasi kader.
“Banyak anak muda sekarang jauh dari organisasi. Kita perlu mengubah pendekatan. Salah satunya lewat media digital, podcast, dan konten kreatif,” ujarnya
Menjaga Ukhuwah dan Mengurangi Ego Organisasi
Kyai Muqorrobin menambahkan, kunci dari semua bentuk kerja sama adalah pengurangan ego sektoral. Ia menilai masih ada sebagian kecil pengurus di tingkat bawah yang terlalu sibuk memperkuat simbol organisasi ketimbang tujuan besar umat.
“Kita harus bisa melampaui bendera dan atribut. Kalau NU dan Muhammadiyah di Blitar kompak, itu bukan hanya menguntungkan umat Islam, tapi juga bangsa ini,” katanya.
Ia juga mengapresiasi langkah Muhammadiyah yang mendorong kolaborasi ekonomi, karena menurutnya dakwah tanpa basis kesejahteraan akan sulit bertahan lama. “Santri dan kader juga butuh kesejahteraan. Sinergi inilah yang bisa menjawab tantangan zaman,” tambahnya.
Menyambut Indonesia Emas 2045
Baik NU maupun Muhammadiyah sepakat bahwa sinergi antarormas harus diarahkan untuk menghadapi tantangan besar menuju Indonesia Emas 2045.
Dalam pandangan mereka, kolaborasi bukan hanya pilihan, tapi keharusan untuk menjaga keutuhan umat di tengah perubahan sosial yang cepat.
“Kita punya tugas sejarah untuk memperkuat ukhuwah islamiyah. Kalau umat kuat dan solid, bangsa ini juga akan tangguh,” tutur H. Sigit menutup pernyataannya.
Moderator, Rekanita Rosi Naufa, kemudian menutup acara dengan mengajak peserta untuk terus menebarkan semangat kolaborasi dan saling dukung dalam setiap aktivitas sosial-keagamaan.
Diskusi pun ditutup dengan sesi tanya jawab ringan dari para santri dan kader muda tentang peluang kerja sama lintas organisasi, terutama di bidang digitalisasi dakwah dan ekonomi kreatif.
Dengan semangat “Kerjakan Hal-Hal yang Bisa Dikerjakan Bersama,” NU dan Muhammadiyah di Blitar membuktikan bahwa sinergi bukan sekadar wacana, melainkan gerakan nyata untuk umat dan bangsa.
📺 Sumber: Podcast Bakul Kumpo Eps. 34 – “Sinergi MU-NU di Blitar: Kerjakan Hal-Hal yang Bisa Dikerjakan Bersama”
🔗 Tonton di YouTube