TERBARU


Marsinah, Alumni SMA Muhammadiyah 1 Nganjuk, Resmi Jadi Pahlawan Nasional atas Perjuangan Buruh

Sumber: lingkarwilis.com

Jakarta, 10 November 2025 — Presiden Prabowo Subianto secara resmi menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Marsinah, aktivis buruh perempuan asal Nganjuk, Jawa Timur, dalam upacara kenegaraan di Istana Negara, Jakarta, bertepatan dengan Hari Pahlawan Nasional 2025.

Penganugerahan gelar Pahlawan Nasional bidang Perjuangan Sosial dan Kemanusiaan itu disambut haru oleh ahli waris Marsinah, yang menitikkan air mata saat menerima tanda kehormatan dari Presiden. 

Bersama sembilan tokoh lain—termasuk mantan Presiden Soeharto—nama Marsinah kini resmi tercatat dalam sejarah perjuangan bangsa.

Perempuan Tangguh dari Desa Nglundo

Marsinah lahir pada 10 April 1969 di Desa Nglundo, Kecamatan Sukomoro, Kabupaten Nganjuk. Ia merupakan anak kedua dari tiga bersaudara perempuan dalam keluarga petani sederhana. 

Ayahnya, Astin, seorang petani, sementara ibunya, Sumini, meninggal dunia saat Marsinah baru berusia tiga tahun. 

Sejak kecil, ia dibesarkan oleh nenek dan bibinya, serta dikenal tangguh membantu ekonomi keluarga dengan berjualan makanan di pasar.

Nilai-nilai kemandirian dan keadilan sosial Muhammadiyah menjadi fondasi hidup Marsinah. Ia menempuh pendidikan di SMP Negeri 5 Nganjuk sambil mondok di pesantren Muhammadiyah, kemudian melanjutkan ke SMA Muhammadiyah 1 Nganjuk dan lulus pada 1989.

Kepala Sekolah SMA Muhammadiyah 1 Nganjuk, H. Ahmad Fauzi, mengenangnya sebagai siswi aktif dan peduli sosial. 

“Marsinah adalah alumni yang berjiwa pemimpin. Ia punya empati dan keberanian sejak remaja,” ujarnya dalam seminar nasional kepahlawanan baru-baru ini.

Awal Perjuangan sebagai Buruh Perempuan

Setelah lulus SMA, Marsinah tidak melanjutkan kuliah karena keterbatasan ekonomi. Ia mulai bekerja di pabrik sepatu Bata Surabaya, kemudian pindah ke PT Catur Putra Surya (CPS), pabrik jam tangan di Porong, Sidoarjo, pada 1990.

Sebagai operator mesin dengan gaji hanya Rp1.700 per hari, Marsinah sering menambah penghasilan dengan berjualan nasi bungkus. 

Namun, di balik kesederhanaannya, ia dikenal vokal memperjuangkan hak-hak pekerja. Marsinah menjadi juru bicara buruh menentang upah rendah, jam kerja panjang, dan pelanggaran hak perempuan di bawah tekanan rezim Orde Baru.

Tragedi 1993, Marsinah Gugur Membela Keadilan

Pada April 1993, ratusan buruh CPS melakukan aksi mogok kerja menuntut kenaikan upah sesuai Surat Edaran Gubernur Jawa Timur No. 50/1992. Marsinah, yang kala itu berusia 24 tahun, menjadi koordinator aksi dan negosiator utama di lapangan.

Namun, perjuangannya berakhir tragis. Pada 5 Mei 1993, Marsinah dinyatakan hilang setelah menulis surat protes ke manajemen perusahaan. Tiga hari kemudian, jasadnya ditemukan di kebun karet Wilangan, Nganjuk, dengan tanda-tanda penyiksaan berat.

Kasus ini memicu kemarahan publik dan kecaman internasional. Lahir Komite Solidaritas untuk Marsinah (KSUM) dan Forum Solidaritas Buruh (FORSOL) yang menuntut keadilan. Peristiwa ini bahkan berimbas pada hubungan diplomatik Indonesia-Amerika Serikat terkait status perdagangan.

Kisah Marsinah diabadikan lewat film Marsinah: Cry Justice (2001) dan teater Marsinah Menggugat karya Ratna Sarumpaet. Komnas HAM pada 2002 menyatakan pembunuhan Marsinah sebagai pelanggaran HAM berat, meski pelaku utamanya belum pernah diadili.

Pengakuan Telat yang Penuh Makna

Usulan pemberian gelar Pahlawan Nasional bagi Marsinah sudah bergulir sejak awal 2000-an oleh serikat buruh dan Pemerintah Kabupaten Nganjuk. Baru pada 2025, usulan itu disetujui pemerintah pusat sebagai bentuk penghormatan atas perjuangan perempuan pekerja Indonesia.

Marsinah adalah simbol keberanian moral buruh perempuan Indonesia,” ujar Wakil Menteri Sosial Agus Jabo Priyono, yang pekan lalu berziarah ke makam Marsinah di Nganjuk.

Di Nganjuk, Monumen Pahlawan Buruh Marsinah kini ramai dikunjungi warga dan pelajar. Kepala Sekolah SMA Muhammadiyah 1 Nganjuk menambahkan, “Ia mengajarkan bahwa pendidikan Muhammadiyah bukan hanya soal ilmu, tapi juga keberanian memperjuangkan keadilan sosial.”

Warisan Perjuangan untuk Generasi Muda

Tiga dekade setelah kematiannya, semangat Marsinah tetap hidup. Ia menjadi ikon perjuangan buruh perempuan Indonesia, simbol hak asasi manusia, dan inspirasi bagi generasi muda untuk berani bersuara di tengah ketidakadilan.

Penganugerahan gelar Pahlawan Nasional tahun ini menjadi pengakuan bahwa perjuangan buruh bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga martabat manusia. Dari ruang kelas Muhammadiyah di Nganjuk hingga mimbar istana di Jakarta, nama Marsinah kini abadi sebagai pahlawan yang gugur demi keadilan.

Latest News
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Post a Comment