Dari Kaliboto ke Ampelgading, Banyu Urip hingga Tunggorono
Masjid Arrahman, Babadan, Ampelgading, Selorejo. Dok/pri
HUJAN mulai reda saat kami memasuki daerah Jeblog, Talun. Pak Lukman Hakim, Mantan ketua PCM Talun yang kami temui, terlihat sedang bersantai di ruang tamu.
Kunjungan ini tak melalui janji terlebih dahulu sebab ponsel beliau ternyata sedang bermasalah.
Sementara kami harus lekas melengkapi informasi terkait cerita dan sejarah PCM se-Kabupaten Blitar.
Untunglah Pak Lukman punya cukup waktu untuk memberikan informasi sebagai pengantar.
![]() |
Mengisi bahan bakar di pelosok Blitar selatan |
Beranjak sore, kami harus menuju Selorejo, Pak Mestamaji sudah menyediakan waktunya untuk wawancara.
Perjalanan dari Njeblog ke Ampelgading, Selorejo, ternyata memerlukan cukup waktu. Kami langsung menuju Dusun Babadan, sebuah perkampungan di balik Hutan Pinus.
Inilah simpul dakwah paling timur Muhammadiyah di Kabupaten Blitar.
Tak disangka kami bertemu Pak Ingat Prasetyo, salah satu perintis PCM Selorejo.
Kami pun berkunjung ke rumahnya selepas Shalat Ashar di Masjid Arrahman.
![]() |
Tasyakuran Ramadan di Masjid Arrahman, Ampelgading, Selorejo. |
Di tempat inilah pernah digelar Milad Aisyiyah yang dihadiri Bupati Herry Nugroho, dan sang Bupati sendiri kaget ternyata ada perkampungan di tempat tersebut.
Perbincangan dengan Pak Ingat sangat menarik, sampai lupa jika kami telah menyusun janji dengan Pak Mestamaji.
Hingga adzan Magrib berkumandang, kami pun menuju Masjid. Hari itu ternyata ada acara syukuran Ramadan, semacam "selametan munggahan" versi Muhammadiyah.
Di Masjid kami bertemu Hermanto, aktivis Kokam dan Pemuda Muhammadiyah.
Sembari berbincang kami diajak menikmati Nasi Gurih dan Ayam Ingkung. Muhammadiyah sudah melaksanakan Puasa Ramadan 1443 besok, sehari lebih cepat dari versi Pemerintah.
Kami tak bisa berlama-lama sebab harus menuju ke rumah Pak Mestamaji.
Memasuki dusun Pucungsari, Adzan Isya sudah berkumandang, sinyal telepon seluler tak mendukung untuk menjalin informasi.
Lantas kami pun langsung menuju Masjid Salsabila, saat kami tiba sudah digelar Shalat Tarawih.
![]() |
Bersama Pak Mestamaji |
***
Sepanjang bulan Maret 2022, saya dan Pak Bukhari Muslim mendapat tugas keliling Kabupaten Blitar untuk mencari informasi sejarah.
Ini adalah program yang diinstruksikan langsung PWM Jawa Timur, dan ternyata hal ini tidaklah mudah.
Banyangkan, Muhammadiyah di Kabupaten Blitar memiliki 19 Cabang dan 95 Ranting, sementara waktu yang tersedia untuk pengumpulan informasi kurang dari 1 bulan.
Untuk mendapatkan informasi yang memadahi, diperlukan lebih dari 3 narasumber di masing-masing cabang.
Belum termasuk wawancara khusus sesepuh dan Organisasi Otonom (Ortom), satu Ortom saja bisa punya rangkaian sejarahnya tersendiri, ada banyak narasumber yang harus ditemui untuk menuliskannya, dan hal itu belum bisa diwujudkan.
![]() |
Bersama Mbah Yasin Sulthon |
Sementara kami hanya 2 orang dengan keterbatasan waktu dan tenaga untuk bisa mewujudkannya secara tuntas.
Namun sebagai pintu pembuka, hal ini perlu dimulai. Meski diburu waktu, kami sangat menikmati proses ini, terutama saya pribadi yang banyak menemui "moment pertama kali" ketika dibonceng Pak Bukhari Muslim dengan Honda Supranya berkeliling titik titik dakwah Muhammadiyah Kabupaten Blitar.
Misalnya, perjalanan ke Doko, menembus kawasan Hutan Cengkeh yang sejuk, menikmati Soto Ayam super enak buatan Cak Di, dan pulangnya secara tak sengaja bertemu Bu Gunarmi, aktivis Aisyiyah militan, saat kami mampir Shalat Ashar di Masjid At Taqwa, Suru.
Tak kalah serunya saat kami menembus hujan malam hari dalam perjalanan menuju Wates ke Binangun, setelah mampir di rumah Mbah Dul dan Pak Irkham.
Atau perjalanan ke Bakung dan Wonotirto, mampir Pantai Keben sembari melihat program tanam pohon yang pernah dilakukan MDMC dan Lazismu.
Pada hari yang sama, kami bahkan marathon ke beberapa narasumber: Bertamu hampir dua jam di rumah Mbah Yasin Sulthon, berbincang seru dengan Pak Habib dan Pak Imam di teras Masjid At Tauhid Babadan, Wlingi.
![]() |
Bersama Pak Imam dan Pak Habib di serambi Masjid At Tauhid, Babadan, Wlingi. |
Lalu lanjut ke Masjid Abdul Aziz Gandusari.
Di ujung barat, kami bertamu ke rumah Bapak Hadi Sutoyo di Kaliboto, Wonodadi.
Di usia sepuhnya, beliau masih sangat enerjik menceritakan perjuangannya di Muhammadiyah, berlanjut Shalat Ashar di Masjid Ar Raudhoh dan bertemu Pak Sanusi, ketua PCM Wonodadi.
Kaliboto adalah simpul dakwah Muhammadiyah paling barat di Kabupaten Blitar.
![]() |
Bersama Mbah Hadi Sutoyo (alm) |
Cerita menarik lainnya juga ada di Bendowulung, Sanankulon. Ada dua Masjid yang berdekatan, ternyata ada historis panjang dan mencekam.
Begitupun di Purwokerto, Srengat. Salah satu basis Muhammadiyah yang sangat kuat sejak awal kemerdekaan hingga sekarang.
Ini bukan sekadar perjalanan biasa, namun kami bisa melihat langsung daerah-daerah tempat tumbuhnya Muhammadiyah, merasakan shalat di Masjid atau Mushola yang menjadi pusat kegiatan dakwahnya, melintasi akses jalan yang tak selalu mudah.
Merasakan langsung energi dan semangat dakwah yang tumbuh di sana.
Seperti kata Pak Zaenal Arifin, bahwa Muhammadiyah di Blitar itu unik sebab justru tumbuh di daerah pelosok, padahal selama ini Muhammadiyah dicitrakan sebagai organisasi modern yang berbasis di perkotaan.
***
Buku ini tak akan mampu memotret secara utuh gambaran Muhammadiyah di Kabupaten Blitar, karena tugas penulisan sejarah masih dan akan terus berlangsung, terutama di tingkat cabang dan ranting.
Perlu lebih banyak sumber daya kader untuk mewujudkannya.
Buku ini sebagai pemantik saja, ditulis dengan gaya populer agar lebih mudah dinikmati, dengan pendekatan reportase/jurnalistik.
Saya sendiri ragu apakah buku ini bisa disebut "buku sejarah", sebab cerita tuturnya lebih dominan, meskipun dari sumber primer atau pelaku sejarahnya langsung, terutama PCM yang baru berdiri seperti Kademangan, Bakung, Wonotirto dan Wonodadi.
Beberapa cabang bahkan memiliki sejarah yang lebih panjang dari PDM, seperti cabang Srengat, Wlingi, Nglegok dan Kesamben yang masing-masing bisa menerbitkan buku sejarahnya tersendiri.
Begitupun dengan cabang lain seperti Garum, Kanigoro, Sanankulon dan Doko.
Sejarah itu penting sebagai pelajaran bagi generasi berikutnya, juga bermanfaat sebagai muhasabah, penyemangat untuk melanjutkan dakwah Muhammadiyah.
Beberapa problem terkini bahkan bisa dipahami lewat sejarah, seperti misalnya kenapa ada yayasan di atas tanah wakaf Muhammadiyah, Masjid/Mushola yang dulu milik Muhammadiyah kemudian berpindah pengelolaannya, semua itu perlu menggali kembali akar sejarahnya.
![]() |
Rapat PDM dan Yayasan RN. Dok/volunter |
Semoga buku ini nanti bisa sedikit menambah pengetahuan, serta mengalirkan semangat dakwah bagi generasi penerus Muhammadiyah di Kabupaten Blitar, dan berharap proses dokumentasi dan penggalian sejarah terus dilakukan, terutama di tataran cabang dan ranting.
Nasrun Minnallah wa Fathun Qorib, wa Bashiril Mukminin
Tabik,
Ahmad Fahrizal Aziz
Post a Comment for "Dari Kaliboto ke Ampelgading, Banyu Urip hingga Tunggorono"
Post a Comment
Mau berkomentar? Jangan sungkan-sungkan, tulis di bawah ini